Sabtu, 31 Juli 2010

Seberapa Pede Kita Dengan Amal Kita?

Seringkali kita pede dengan amalan kita. Bak malaikat pencatat amal, kita seolah sudah sangat yakin bahwa amalan-amalan kita sudah sangat cukup untuk membeli surga. Padahal amalan shalat masih bolong sana bolong sini. Jarang ke masjid untuk berjamaah, tidak peduli dengan kepentingan islam dan kaum muslimin. Tidak pernah sedekah, jarang sekali berinfak di jalan Allah. Lisan ngga pernah berzikir, kalau menyanyi justru sangatlah sering. Doa tidak pernah dilantunkan, tapi kalau mengeluh sudah menjadi pekerjaan harian. Tidak ada anggota wudu yang tersentuh air, karena keangkuhan dan kesombongan kita sebagai manusia, telah melewati batas yang seharusnya.

Lalu amalan yang mana yang akan kita andalkan? Rasulullah SAW memiliki sahabat yang bernama Bilal bin Rabbah radhiyallahu'anhu. Bilal adalah seorang sahabat yang suara terompahnya(sandalnya) sudah terdengar di surga, padahal ia masih hidup di dunia. Setelah ditanya apa yang menyebabkan hal itu, Bilal menjawab bahwa ia selalu menjaga wudhunya dan senantiasa menunaikan sholat sunnah dua rakaat setelah berwudhu.

Dengan apa kita akan membeli surganya? Kita belum punya cukup bekal untuk menjadi penghuni-penghuninya. Banyak hal yang masih kurang pada diri kita. Ingatkah kita dengan kisah seorang Abu Dahdah. Abu Dahdah Radhiallahu’anhu bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam ,“Wahai Rasulullah, aku memiliki dua kebun. Apabila salah satunya kusedekahkan, apakah kelak aku akan memiliki kebun seperti itu di surga?’
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Benar.”
Abu Dahdah Radhiallahu’anhu kembali bertanya, “Apakah istri dan anak-anakku juga akan bersamaku di surga?”
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Benar.”

Abu Dahdah pun membulatkan tekadnya untuk menyedekahkan kebunnya yang terbaik. Sesampainya di kebun itu, ia berjumpa dengan istri dan anak-anaknya. Ia pun menegaskan kepada mereka, “Aku akan menyedekahkan kebun ini. Dengan begitu, aku membeli kebun seperti ini di surga. Adapun engkau, istriku, akan bersamaku dan seluruh anak kita.”

Tiba-tiba saja meneteslah air mata bahagia dari kedua pelupuk mata istrinya yang beriman itu. Istri Abu Dahdah lalu berkata, “Semoga yang engkau jual dan beli diberkati Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai suamiku.” Istri Abu Dahdah kemudian segera memanggil anak-anaknya dan meninggalkan kebun itu karena sudah bukan milik mereka lagi. Akhirnya, kebun itu menjadi milik umat Islam yang miskin.

Kisah diatas dikutip oleh Al-Kalbi dalam tafsirnya saat menjelaskan surah Al-Baqarah ayat 245, “Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjamannya yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah ayat: 245)

Sejauh mana pengorbanan kita untuk meraih janah-Nya? Apakah selama ini kita sudah sangat bersungguh-sungguh meraihnya? Atau justru kita selalu menyia-nyiakan kesempatan untuk itu. Rasa malas yang selalu menggelayuti tubuh saat ingin melakukan amal shalih. Rasa berat hati yang sangat manakala harus meninggalkan kemaksiatan. Lalu di manakah keseriusan kita itu? Apakah keseriusan kita ditunjukkan dengan selalu menunda taubat? Apakah keseriusan kita selalu ditunjukkan dengan selalu menghambur-hamburkan waktu dan kesempatan beramal shalih?

Air mata ini menetes saat menjawab itu semua. Lidah ini kelu tak berdaya saat harus mengakui itu semua. Ternyata kita sungguh tidak berdaya dengan keseriusan kita. Kita mengaku ingin memiliki surgaNya tapi tak ada satu amalpun yang bisa menjadi andalan kita untuk meraihnya.

Allah berfirman “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah : 111)

Jujurlah pada hati, terus teranglah pada diri, apa yang sudah kita lakukan sebagai bukti keseriusan kita itu? Karena kelak bila nyawa sudah tidak di raga, tak ada kesempatan kedua. Hanya ada perhitungan saja. Dan di waktu itu, hanya penyesalan yang ada. Wallohua'lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar