Kamis, 05 Agustus 2010

Membaca Sejarah Bani Israil

Israel masih berulah. Negeri palestina tak kunjung reda dari konflik. Perdamaian pun masih jauh dari harapan. Kenapa bisa seperti ini? Siapa yang salah? Untuk menjawab pertanyaan diatas tak ada yang lebih tepat rasanya tanpa melirik lagi sejarah masa lalu. Versi Israel tentu saja menganggap mereka yang benar. Versi Islam pun begitu. Dari sebuah buku yang menyimak bahwa tidak ada yang lebih objektif rasanya selain menelusuri kembali sejarah tanah yang direbutkan tersebut.

Dari buku inilah saya akan menuangkan kembali ringkasan sejarah tentang Bani Israel. Buku yang katanya sudah langka. Buku yang cukup berkesan bagi saya. Bukan karena pengarangnya ataupun keindahan dalam merangkai katanya. Tapi karena isi dan teknik penyampaiannya yang berbeda. Yang sudah jarang saya temui saat ini. Pintu-Pintu Menuju Tuhan oleh Nurcholish Madjid. (Bukan promosi lho…)

Alangkah baiknya jika kita memulai membahas Israel ini dari asal muasalnya. Kita mengenal Ya’qub merupakan bapak dari orang-orang Israel. Dari Ya’qub inilah Bani Israel itu ada. Namun begitu, Ya’qub adalah putra Ishaq. Sementara Ishaq sendiri adalah anak Ibrahim dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Sarah. Dari Ibrahim inilah kita memulai, menelusuri jejak peradaban bangsa Yahudi. Ibrahim yang Allah sendiri menyebutnya sebagai “Imam Umat Manusia” (QS. Al-Baqarah:124).

Ibrahim yang Hanif

Penting rasanya mengetahui siapa tokoh Ibrahim sebenarnya. Sebab tidak dipngkiri lahi, Ibrahim adalah nenek moyang tiga agama monotheis dan samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam.

Ibrahim berasal dari Babylonia dan hidup sekitar tahun 1700 SM. Seorang anak pemahat patung bernama Azar yang memilki pemikiran tajam dan kritis sejak dia bocah, tentu saja ini adalah hidayah Ilahi. Masih ingat kisah pembakaran dirinya karena memberontak terhadap ayahnya yang menyembah patung yang dipahat dari batu. Setelah diselamatkan oleh Tuhan Ynag Maha Esa itulah, Ibrahim lari ke Kana’an, Palestina Selatan.

Di Kana’an inilah Ibrahim memperistri Sarah. Karena wabah paceklik di Kana’an mereka pindah ke Mesir untuk sementara. Di Mesir inilah Ibrahim menerima hadiah dari Firaun karena suatu peristiwa yang mengesankan sang raja. Hadiah tersebut berupa budak perempuan yang cantik, Hajar. Kemudian ketiganya kembali ke Kana’an. Kini usia Ibrahim semakin lanjut, dan dia sangat mengharapkan seorang keturunan. Setelah berdoa, memohon kepada Tuhan, akhirnya Sarah berbaik hati mengizinkan Ibrahim mengawini Hajar. Dari hajar inilah lahir seorang putra yang diberinya nama Ishmael (Ismail) yang dalam bahasa Ibrani berarti “Tuhan telah mendengar,” yaitu doa sang ayah yang memohon keturunan.

Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya. Hal ini menyebabkan rasa kurang senang pada diri Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim untuk membawa Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Dengan petunjuk Tuhan dan bimbingan para malaikat, Ismail dan Hajar dibawa kearah selatan Kana’an. Sampai pada suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada tumbuhan (QS Ibrahim:37). Masih dengan petunjuk Tuhannya, Ibrahim kembali ke Kana’an dengan sesekali menjenguk Ismail.

Inilah rencana Tuhan Yang Maha Bijaksana. Di lembah tempat Ibrahim membawa anaknya itulah terletak rumah suci (bayt) yang pertama kali didirikan untuk umat manusia (QS Al-Imran:96). Lembah inilah yang dinamakan Bakkah atau Makkah. Awalnya rumah suci tersebut belum ada. Baru setelah Ismail dewasa, Tuhan memerintahkan mereka berdua mendirikan bayt tersebut (QS al-baqarah:127). Inilah salah satu realisasi rencana bimbinganNya untuk umat manusia.

Karena bentuknya yang persegi empat, maka bangunan tersebut disebut Ka’bah yang berarti “kubik.” Maka bangunan tersebut memang Rumah Suci (al-Bayt al-Haram), sebagai pusat peribadahan dan urusan dunia bagi manusia (QS al-Maidah:97).

Awalnya, pada masanya, Rasulullah berkiblat ke al-Masjid al-Aqsha yang didirikan Nabi Sulaiman, sekitar delapan abad setelah Nabi Ibrahim (kisah al-Aqsha akan diulas pada bagian lain). Ada makna mendalam atas perpindahan kiblat dari Yerusalem ke Makkah. Yaitu bahwa Nabi Muhammad mengajarkan dan mengajak manusai untuk kembali ke agama Nabi Ibrahim yang otentik dan asli, yang dilambangkan oleh Ka’bah, peninggalan yang utama.

Agama Nnabi Ibrahim itulah yang disebut agama hanafiyah atau ke-hanif-an, dan Nabi Ibrahim adlah seorang yang hanif, yang berarti bersemangat kebenaran dan muslim, bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Sekalian Alam. Pernah Rasulullah terlibat polemic dengan para penganut Yahudi (agama yang mucul lewat kerasulan Nabi Musa) dan penganut agama Nasrani. Namun Allah menegaskan: “Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang Nasrani, melainkan seorang hanif dan Muslim,” (QS al-Imran:67).Nabi Muhammad dan para pengikutnya pun diperintahkan untuk mengikuti agama Ibrahim yang hanif (QS an-Nahl:123 dan QS al-An’am:161).

Ibrahim dan Keturunannya

Sebelumnya kita telah membahas perihal Ibrahim yang membawa Ismail dan ibunya ke Makkah. Disanalah Ismail dibesarkan yang kemudian memperistri seorang Arab dari suku Jurhum. Dari sinilah bangsa Arab Quraish berasal, penduduk Makkah dan suku Arab yang paling terkemuka.

Dari sini pulalah kelak muncul Nabi Muhammad saw, Rasul Allah yang membawa Islam. Pada akhirnya terjadilah “Ledakan Bangsa Arab” (Arab Exploison), dimana bangsa Arab dengan bendera Islam berhasil menaklukkan daerah jantung (heart land) dunia, terbentang dari sisi barat Lautan Atalntik sampai Tembok Cina di timur.

Kembali ke Ibrahim. Sementara Ismail dan Hajar tinggal di Makkah dan sesekali ayahnya menjenguk melaksanakan perintah Tuhan, Ibrahim sendiri tinggal di Kana’an bersama Sarah. Dengan izin dan kekuasaan Tuhan, mereka pun dikaruniai seorang putra yang juga menjadi Nabi dan Rasul Allah, Ishaq.

Atas karunia Tuhan, Ishaq pun diberi putra yang dari keturunannya akan tampil banyak Nabi dan Rasul Allah. Putra tersebut adalah Ya’qub yang digelari Isra’il yang dlam bahasa Ibrani berarti “Hamba Allah,” sama dengan arti Abdullah dalam bahasa Arab. Anak keturunan Nabi Ya’qub atau Israil ini terus berkembang biak dan menjadi nenek moyang bangsa Yahudi, yang disebut pula Bani Israil (Anak turun Israil).

Lahirnya Bangsa Yahudi

Ya’qub memiliki duabelas anak dari dua istri. Istri keduanya memberinya dua orang putra. Yusuf dan Benyamin. Ya’qub sangat mencintai Yusuf dibanding anak-anak lainnya karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki Yusuf. Hal ini menimbulkan rasa tidak suka dari saudara-saudara lainnya. Akhirnya mereka bersiasat untuk menyingkirkan Yusuf. Berkat lindunganNya, Yusuf selamat bahkan menjadi mentri urusan bahan pangan di Mesir kala itu. Yusuf inilah yang secara tidak langsung membawa keluarganya ke Mesir (QS Yusuf:4-102).

Di Mesir inilah kelak keturunan Ya’qub atau Israil berkembang biak melalui anak-anak yang berjumlah duabelas tersebut. Maka Bani Israil atau Yahudi terbagi menjadi duabelas suku (QS al-A’raf:160).

Sebagian besar keturunan dari Ya’qub menganut agama tauhid atau monotheisme. Hal ini membuat Fir’aun yang zhalim merasa kurang senang sebab di Mesir sendiri adalah Politheis atau musyrik. Meskipun banyak dari Bani Israil ini yang menyeleweng dari agama moyangnya, Nabi Ibrahim. Namun mereka masih memilki potensi kebenaran dan keadilan lebih besar dari pada bangsa Mesir di bawah Firaun. Karena itu mereka selalu menunjukkan gelagat menentang pada Firaun. Sejak saat itulah anak cucu Ya’qub tersebut yakni bangsa Yahudi mengalami penindasan dari Fir’aun.

Kisah Musa dan Firaun

Pada saat-saat seperti inilah diturunkan Musa yang mengemban misi membebaskan Bani Israil dari penindasan Firaun sekaligus membawanya ke tanah yang dijanjikan, yaitu Kana’an atau Palestina Selatan. Nabi Musa sebenarnya adalah seorang yahudi yang ironisnya dibesarkan di kalangan Istana Firaun. Walau akhirnya ia pun dapat melepaskan diri.

Saat mengalami kesulitan akibat suatu pekelahian, Musa melarikan diri ke timur, menyebrangi gurun Sinai sampai tiba di Kota Madyan, di tepi pantai Teluk Aqabah, Arabia Barat Laut. Disinilah berdiam utusan Allah untuk penduduk Madyan, Syu’ayb (QS Hud:84).

Musa pun menuturkan persoalannya kepada Syu’ayb. Nabi Syu’ayb mengerti akan perihal Musa dan menawarkan perlindungan padanya. Bahkan Musa dikawinkan dengan kedua putri Syu’ayb. Sebagai mas kawin, Musa tinggal bersama keluarga tersebut selama delapan tahun (empat tahun untuk masing-masing istrinya) demi membantu perekonomian keluarga, antara lain dengan menggembalakan kambing (QS al-Qashash:27).

Genap delapan tahun, Musa dan kedua istrinya yang kakak beradik pergi menuju Mesir meninggalkan Syu’ayb yang juga merupakan guru Nabi Musa.dalam perjalanan itulah Musa kemudian dipilih menjadi Rasul dan ditugaskan untuk menemui Firaun yang menjalankan tirani. Atas keinginannya sendiri, Musa pun memohon utnuk membawa serta Harun, saudaranya yang lebih fasih dalam berbicara guna menyampaikan kebenaran dan keadilan dihadapan Firaun.

Firaun sendiri adalah gelar untuk raja-raja mesir. Dalam bahasa Inggris berarti pharao. Firaun yang dihadapi Musa adalah Firaun Ramses II yang berada pada masa 1304-1237 SM. Selain tiranik, Al-Quran juga menggambarkan Firaun sebagai orang yang mengaku Tuhan dan menindas rakyat. Karena itulah dia disebut musyrik. Kisah Musa selanjutnya tidak berbeda dengan sejarah yang biasa kita dengar.

Kisah Dawud dan Jalut

Perjuangan Musa untuk membebaskan Bani Israil dari penindasan Firaun dan membawanya ke tanah yang dijanjikan yaitu kana’an atau Palestina Selatan belumlah usai. Dawudlah yang meneruskan tugas tersebut.

Kisah yang kita kenal dari Al-Quran terkait Nabi Dawud adalah perjuangannya melawan Jalut dalam misinya membebaskan Bani Israil. Diceritakan bahwa Dawud dengan jumlah yang sedikit mampu mengalahkan Jalut dengan jumlah pasukan yang sangat banyak (QS al-baqarah:251). Cerita ini pun lebih kita kenal dengan nama Inggrisnya, David melawan Golliath.

Dawud pun menuntaskan misi Nabi Musa. Dia merebut Yersalem dan kelak bangsa Yahudi akan berada pada masa keemasannya saat berada dibawah pimpinan Nabi Sulaiman, anak Nabi Dawud.

Kisah Sulaiman

Sulaiman adalah raja dari kerajaan Judea-Samaria yang diwariskan dari ayahnya, Dawud. Di bawah Sulaiman inilah bangsa Yahudi, Bani Israil, keturunan Nabi Ya’qub berada pada masa kejayaanya.

Pada masa Sulaiman, Yerusalem dibangun. Di pusat kota didirikanlah sebuah tempat peribadatan yang megah. Orang Arab menyebutnya Haykal Sulaiman atau Kuil Sulaiman, dalam bahasa Inggris Solomon Temple.

Temple Mount. Adalah Bukit Kuil dalam bahasa Indonesia di mana yang dimaksud adalah bukit yang dahulu berdiri Solomon Temple atau Haykal Sulaiman, yaitu Bukit Moria, juga biasa disebut Bukit Zaitun. Solomon Temple itu tak lain adalah Masjid al-Aqsha, dalam bentuk aslinya, yang didirikan Sulaiman, putra Nabi Dawud.

Istilah Temple Mount atau Bukit Kuil sendiri tidak begitu dikenal kaum Muslim Indonesia. Banyak koran asing mengambil nama itu tanpa tau implikasinya, bahkan tanpa tahu bagaimana menerjemahkannya, terutama terjemah maknawiyah yang lebih luas. Istilah Inggris “Temple Mount” tersebut berkonotasi kuat mengingkari hak Islam dan Kaum Muslim atas tanah suci tersebut, karena anggapan bahwa dahulu kaum Muslim merampasnya dari kaum Yahudi. Tegasnya, istilah Temple Mount itu mengandung isyarat bahwa tanah suci harus dikembalikan kepada “yang berhak,” yaitu kaum Yahudi yang mempunyai rencana besar membangun kembali Solomon Temple. Ini sesuai dengan Eskatologi mereka bahwa sebelum Hari Kiamat, Solomon Temple akan berdiri megah kembali, sama keadannya seperti pada masa Nabi Sulaiman.

Apakah orang Yahudi masih berhak atas tanah suci itu? Secara teologis, seorang Yahudi barangkali akan menjawab, “pasti berhak!” Sebaliknya, secara teologis pula seorang Muslim juga akan dengan tegas mengatakan, “Sama sekali tidak berhak!” Di sinilah keneltralan menjadi hilang. Meski demikian, masih terdapat dasar tinjauan yang netral dan objektif, yaitu sejarah.

Perjalanan Bangsa Yahudi

Bangsa Yahudi yang tinggal di Kana’an dan Mesir telah melahirkan tidak hanya seorang nabi, tetapi banyak nabi yang kini nama-nama mereka menghiasi kitab-kitab suci Taurat, Injil, dan Al-Quran. Tetapi bangsa Yahudi tidak pernah benar-beanr jaya. Ini disebabkan anak turun Nabi Ya’qub itu terkenal sombong dan suka memberontak.

Ini membangkitakn murka Allah, dan mereka harus menerima azabNya. Dalam QS al-Isra:4-8 digambarkan betapa Bani Israil itu membuat kerusakan di bumi dan berlaku sombong, angkuh, chauvinis (merasa paling unggul dan benar sendiri). Allah pun mengazabnya, “Jika saat pertama dari keduanya itu tiba, maka Kami utus atas kamu hamba-hamba Kami yang gagah perkasa, kemudian mereka-mereka menerobos rumah kamu. Dan ini adalah peristiwa yang telah terjadi” (QS al-Isra:5).

Kapan peristiwa itu terjadi? Yaitu sekitar tujuh abad sebelum Masehi ketika bangsa Babilonia yang dipim[in Nebukadnezar datang menyerbu Yerusalem dan menghancurkan kota itu, termasuk Masjid Aqsha-nya. Kaum Yahudi bahkan diboyong ke Babilonia untuk dijadikan budak. Inilah masa perbudakan (captivity), yang menurut Bertrand Russel merupakan permulaan kaum Yahudi mengidap Messianisme. Dan sebagai kompensasi, tumbuh keyakinan pada diri mereka bahwa mereka adalah “Bangsa Pilihan.”

Kaum Yahudi memang kemudia dapat kembali ke Yerusalem atas bantuan Persia yang telah mengalahkan Babilonia. Mereka pun hanya mampu membangun kembali Haykal Sulayman sekedarnya saja, sampai datangnya Herod, raja Yahudi keturunan Arab yang taat pada Roma. Dengan kedudukannya, dia membangun kembali Haykal Sulayman, lalu dikenal sebagai The Second Temple. Bangunan itu megah sekali, namun tanpa makna mendalam.

Sekali lagi, bangsa Yahudi ini menjadi congkak dan membuat kerusakan di muka bumi. Maka Allah pun mengazab mereka untuk kedua kalinya, “…Dan bila tiba saat peristiwa yang kedua, (kami biarkan musuh-musuhmu) menhancurkan martabatmu dan memasuki, an menghancurkan apa saja yang terjamah tangan mereka” (QS al-Isra:7). Peristiwa kedua ini terjadi sekitar tahun 70 Masehi karena dosa mereka menolak kerasulan nabi Isa al-Masih dan menyiksa para pengikutnya.

Kaisar Titus dari Roma meratakan Yerusalem dengan tanah dan mengahancurleburkan Masjid al-Aqsho yang kedua yang telah dibangun. Yang tersisa adalah sebuah tembok, tempat paling suci kaum Yahudi saat ini. Mereka beribadat dengan meratap tembok itu mengenang nasib mereka, maka dikenal dengan “Tembok Ratap” (wailing wall).

Kaisar Titus tidak hanya meluluhlantakan Yerusalem dan Solomon Temple-nya. Dia juga menindas orang-orang Yahudi, kemudia menghalangi mereka tinggal di Kana’an (Palestina Selatan) umumnya dan Yerusalem khususnya. Inilah permulaan masa Diaspora, yaitu masa kaum Yahudi mengembara terlunta-lunta ke seluruh penjuru bumi, tanpa tanah air. Kitab Suci mengisyaratkan kejadian itu dalam firman, “Kehinaan ditimpakan atas mereka di mana pun mereka berada, kecuali dengan tali dari Allah dan tali dari manusia, dan mereka kembali mendapat murka dari Allah dan kenistaan ditimpakan atas mereka. Demikian itu karena mereka dahulu ingkar akan ajaran-ajaran Allahdan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar. Itulah akibat mereka durhaka dan telah melampaui batas” (QS Al-Imran:112).

Sedikit demi sedikit kaum Yahudi mengumpulkan lagi kekuatan mereka. Bahkan pada tahun 132 mereka masih sempat menantang Roma lagi, yang kemudian dengan sangat kejam ditindas oleh Kaisar Hadrian, melalui Jendral Severus, sehingga “darah orang-orang Yahudi sampai mengalir seperti sungai dan harga budak di pasaran merosot karena banjir lelaki dan perempuan Yahudi yang diperbudak dan diperjual belikan.”

Karena ingin melenyapkan Bangsa Yahudi untuk selama-lamanya, termasuk tanah suci mereka, maka Yerusalem dibersihkan, kemudian dibangun sebuah kota kecil yang diberi nama Aelia Capitolina, kurang lebih berarti kota suci untuk Dewi Aelia, berhalanya Roma. Di atas Bukit Moria sendiri, yang semula tempat berdiri Haykal Sulayman, berdiri patung Kaisar menghadap patung dewa pelindungnya, Jupiter Capitolinus. Kemudian di Golgota kaisar Hadrian mendirikan kuil untuk berhala Venus, sebagai penghalang agama Kristen yang mulai tumbuh di tempay itu, yang bagi Hadrian tidak lebih daripada sebuah sekte kecil baru agama Yahudi.

Begitulah keadaan Yerusalem selama sekitar tiga abad setelah kehancurannya. Pada abad keempat Raja Konstantin (Pendiri Konstantinopel, setelah dikuasai orang-orang Turki Muslim menjadi Istambul) masuk Kristen, dan menjadikan agama itu agama kekaisaran Romawi. Maka Yerusalem pun dikuasai kaum Kristen dan berbagai tempat yang diduga ada kaitannya dengan Isa al-Masih diagungkan dengan didirikan bangunan-bangunan. Yang termegah sampai sekarang ialah gereja Holy Sepulcher.

Dokumen Aelia

Nama Aelia tetap bertahan sampai ketika dia jatuh ke tangan kaum Muslim pada zaman Khalifah Umar. Sewaktu kota itu jatuh ke tangan oarang beriman, Yerusalem adalah kota suci tiga agama, Yahudi, Kristen, dan Islam. Karena pentingnya kota itu bagi kaum Muslim, patriak Sophronius, penguasa lamanya tidak menyerahkannya kepada umat Muslim kecuali jika pimpinan tertinggi mereka sendiri, yaitu Umar bin Khatab datang menerimanya secara pribadi.

Kemudian dibuatlah perjanjian yang memuat jaminan perlindungan bagi agama dan umat Kristen. Bunyi bagian pertama perjanjian amat bersejarah itu demikian, “Inilah yang diberikan oleh hamba Allah, Umar komandan kaum beriman, kepada penduduk Aelia tentang keamanan: dia memberi mereka keamanan untuk jiwa dan harta mereka, juga untuk gereja dan salib-salib mereka, untuk sakit dan yang sehat, dan untuk keseluruhan agamanya. Gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dirusak, dan (bangunan) gereja-gereja itu sendiri ataupun sekelilingnya tidak akan dikurangi, begitu pula salib mereka dan bagian apa pun dari harta mereka. Mereka tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, dan tidak seorang pun dari mereka akan diganggu. Juga tidak seorang Yahudi pun akan tinggal bersama mereka di Aelia……” (Muhammad Hamidullah, Majmu’at al-Watsa’iq al-Siyasiyyah, Beirut, Dar al-Irsyad, 1969, H 380).

Sementara itu, Islam juga membuka kota tersebut untuk kaum Yahudi. Atas permintaan Kristen yang tidak ingin bercampur, kaum Yahudi pun ditempatkan tersendiri menempati kaveling tertentu. Kaum Yahudi hidup bebas di zaman kekuasaan Islam selama berabad-abad. Mereka menjadi penduduk kosmopolit, artinya dengan penuh kebebasan berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain untuk berbagai keperluan, terutama berdagang. Dalam pelukan kekuasaan Islam mereka itu bahagia sekali, lebih-lebih jika dibandingkan dengan keadaan mereka dibawah kekuasaan Kristen Eropa.

Karena itu, sungguh ironis bahwa sejak 1948 mereka merebut dan menjajah sewenang-wenang tanah Palestina, yaitu bangsa yang sejak dahulu telah tinggal di situ. Itulah kezhaliman Yahudi, yaitu kezhaliman kaum yang tidak tau berterimakasih kepada bangsa Arab yang telah menyelamatkan dan melindungi mereka yang selama ratusan tahun terus menerus dihalangi dan ditindas, pertama oleh Romawi yang pagan, kemudian oleh Romawi yang Kristen.

Hukuman Allah tidak akan berubah, yaitu bahwa “yang salah pasti seleh (hancur),” maka dengan kezhalimannya itu bangsa Yahudi sebenarnya sedang menggali kuburnya sendiri. Ini sejalan dengan peringatan tersirat dari Allah kepada nabi Ibrahim: “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan berbagai perintah, kemudian dipenuhinya dengan sempurna. Lalu Tuhan bersabda: ‘Sesungguhnya Aku menjadikan engkau (Ibrahim) pemimpin umat manusia,’ Ibrahim menyahut: Dan juga dari keturunanku? Tuhan menjawab, Perjanjianku ini tidak berlaku untuk mereka yang zhalim.” (QS al-Baqarah:124).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar